loading…
Kerugian masyarakat akibat kasus korupsi tata kelola minyak Pertamina dan Pertamax oplosan dinilai perlu jadi perhatian Kejaksaan Agung (Kejagung). Foto/Dok SindoNews
Peneliti Hukum Center of Economic and Law Studies (Celios) Muhammad Saleh menuturkan bahwa Kejagung jangan hanya menuntut para tersangka tersebut dengan dasar kerugian negara. Namun, mereka juga harus dituntut juga karena adanya kerugian masyarakat akibat dugaan pengoplosan produksi bahan bakar minyak (BBM).
“Masyarakat adalah korban utama pengoplosan produksi BBM yang menjadi salah satu modus korupsi dalam kasus di PT Pertamina Patra Niaga tersebut,” kata Saleh, dikutip Senin (3/3/2025).
Saleh menuturkan, penyelesaian hukum dalam kasus korupsi di sektor ini masih berfokus pada kerugian negara, bukan pada pemulihan hak rakyat yang terdampak. Dia berpendapat, perlu bagi penyidik kejaksaan, untuk turut menebalkan nilai kerugian materil yang dialami langsung oleh masyarakat.
Pasalnya, mereka adalah konsumen utama atas adanya temuan modus pengoplosan BBM RON 88 atau RON 90 dalam produksi dan pemasaran BBM RON 92. “Masyarakat yang dirugikan akibat kualitas BBM yang buruk, atau kenaikan harga akibat praktik korupsi harus mendapatkan kompensasi yang layak,” ungkap Saleh.
Masyarakat yang dirugikan atas praktik jahat itu diberikan hak hukum dalam mengajukan gugatan terhadap para tersangka. “Baik melalui class action maupun citizen lawsuit guna memperkuat aspek keadilan bagi masyarakat korban,” imbuhnya.
Direktur Ekonomi Celios Nailul Huda mengungkapkan, dari penghitungan lembaganya, kerugian yang dialami masyarakat sebagai konsumen yang menjadi korban pengoplosan tersebut mencapai Rp47 miliar per hari. Nilai tersebut, kata Nailul, dengan menghitung selisih harga antara BBM RON 90 dan RON 92 sepanjang periode pengusutan perkara pada 2018 sampai 2023.
“Hingga saat ini, kejaksaan hanya fokus pada kerugian negara. Tetapi tidak menghitung berapa kerugian masyarakat sebagai konsumen. Bahwa terdapat kerugian konsumen atau consumer loss yang ditimbulkan akibat adanya kasus Pertamax oplosan. Kerugian ini ditimbulkan akibat masyarakat membayar lebih mahal atas barang dengan kualitas RON 90. Padahal membayar dengan harga kualitas RON 92,” ujar Nailul.
Kemudian, jika mengacu penjelasan Kejaksaan tentang rentang periode kasus tersebut, kerugian materil yang dialami masyarakat mencapai Rp17,4 triliun per tahun. Celios juga menghitung dampak dari hilangnya produk domestik bruto (PDB) sebesar Rp13,4 triliun akibat dana masyarakat yang seharusnya bisa dibelanjakan untuk keperluan lainnya. “Tapi justru digunakan untuk menambah selisih harga Pertamax oplosan,” pungkasnya.
(rca)